Tuesday, February 15, 2011

Kasih Ibu Tiada Taranya

Kasih Ibu Tiada Taranya
Alkisah di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal kerana sakit. Sang ibu sering meratapi nasibnya memikirkan anaknya yang mempunyai tabiat sangat buruk iaitu suka mencuri, berjudi, mabuk, dan melakukan tindakan-tindakan negatif lainnya. Ia selalu berdoa memohon, "Tuhan, tolong sedarkan anak yang ku sayangi ini, supaya tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati." Tetapi, si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya.

Suatu hari, dia dibawa ke hadapan raja untuk diadili setelah tertangkap lagi ketika mencuri dan melakukan kekerasan di rumah penduduk desa. Perbuatan jahat yang telah dilakukan berkali-kali, membawanya dijatuhi hukuman pancung. Diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan di depan rakyat desa keesokan harinya, tepat pada saat lonceng dipukul menandakan pukul enam pagi.

Berita hukuman itu membuat si ibu menangis sedih. Doa pengampunan terus dikumandangkannya sambil dengan langkah lemah gemulai dia datang kepada raja untuk memohon anaknya jangan dihukum mati tetapi keputusan tidak boleh dirubah! Dengan hati hancur, ibu tua kembali ke rumah.

Keesokan harinya, di tempat yang sudah ditentukan, rakyat telah berkumpul di lapangan pancung. Tukang pancung bersiap dan anak pun pasrah menyesali nasib dan menangis saat terbayang wajah ibunya yang sudah tua. Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Namun setelah lewat lima minit dari pukul 06.00, lonceng belum berbunyi. Suasana pun mulai berisik. Petugas  lonceng pun kebingungan kerana sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada. Ketika mereka semua sedang bingung, tiba-tiba dari tali lonceng itu mengalir darah. Seluruh hadirin berdebar-debar menanti, apa yang terjadi? Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul dan menggantikannya dengan kepalanya membentur di dinding lonceng.

Si ibu mengorbankan diri untuk anaknya. Malam harinya dia bersusah payah memanjat dan mengikatkan dirinya ke bandul di dalam lonceng, agar lonceng tidak akan berdentang demi menghindari hukuman pancung anaknya. Semua orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan menitiskan air mata. Sementara si anak meraung-raung menyaksikan tubuh ibunya terbujur bersimbah darah. Penyesalan selalu datang terlambat!

Sahabat,
Kasih ibu kepada anaknya sungguh tiada taranya. Betapapun jahat si anak, seorang ibu rela berkorban dan akan tetap mengasihi sepenuh hidupnya. Maka selagi ibu kita masih hidup, kita layak melayani, menghormati, mengasihi, dan mencintainya. Perlu kita sedari pula suatu hari nanti, kitapun akan menjadi orang tua dari anak-anak kita,  yang pasti kita pun ingin dihormati, dicintai dan dilayani sebagaimana layaknya sebagai orang tua.

Bila hidup di antara keluarga ataupun sebagai sesama manusia jika kita boleh saling menghargai, menyayangi, mencintai, dan melayani, niscaya hidup ini akan terasa lebih indah dan membahagiakan.

Mengasah kapak

Sesibuk apa pun jangan lupa mengasah kapak anda!
Alkisah, seorang pedagang kayu menerima lamaran seorang kaya untuk menebang pohon di hutannya, kerana gaji yang dijanjikan dan situasi kerja yang bakal diterima sangat baik, maka calon penebang pohon itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin. Ketika  akan mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu yang telah ditentukan kepada si penebang pohon.

Hari pertama bekerja, ia berhasil merobohkan lapan batang pohon. Petangnya, mendengar hasil kerja si penebang, majikan terkesan dan memberikan pujian dengan tulus. "Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya sangat kagum dengan kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum pernah ada yang sepertimu selama ini. Teruskan bekerja seperti itu."

Motivasi dan pujian oleh majikannya, menyebabkan keesokan hari si penebang bekerja lebih keras lagi. Dia  hanya berhasil merobohkan tujuh batang pohon. Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tapi hasilnya tetap tidak memuaskan, bahkan mengecewakan. Semakin bertambah hari, semakin sedikit pohon yang berhasil dirobohkan.

"Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan kekuatanku. Bagaimana aku dapat mempertanggungjawabkan hasil kerjaku kepada majikan?" fikir penebang pohon, merasa malu dan putus asa. Kepalanya tertunduk dia menghadap kepada majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa yang telah terjadi.

Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, "Bila terakhir kamu mengasah kapak?" "Mengasah kapak? Saya tidak mempunyai waktu untuk itu! Saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga petang dengan sekuat tenaga," kata si penebang.

"Nah, di sinilah masalahnya. Ingat hari pertama kamu kerja? Dengan kapak baru dan terasah, maka kamu boleh menebang pohon dengan hasil maksimum. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan kapak yang sama, tetapi tidak diasah. Kamu tahu sendiri, hasilnya semakin menurun. Maka, sesibuk apapun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari boleh bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimum. Sekarang, mulailah mengasah kapakmu dan segera kembali bekerja!" perintah sang majikan. Sambil mengangguk-anggukkan kepala dan mengucap terima kasih, si penebang berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah kapak.

Anda dan saya,

Sama seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi hingga malam hari, seolah terjebak dalam rutin dan kebiasaan. Sibuk, dan sibuk terus, sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama pentingnya, iaitu istirahat sejenak, "mengasah" dan mengisi hal-hal baru untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan spiritual.

Seperti pepatah yang mengatakan "istirahat bukan bermakna berhenti, tetapi untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh lagi," tentunya istirahat kita seharusnya menjadi istirahat yang berkualiti dan bukan berfoya-foya. Jika kita mampu mengatur ritme kegiatan seperti ini, pasti kehidupan kita akan dinamik.