Monday, April 25, 2011

Kerja Adalah Sebuah Kehormatan

Penjual bunga

Seorang eksekutif muda sedang beristirahat siang di sebuah kafe terbuka. Sambil sibuk menaip di laptopnya, saat itu seorang gadis kecil yang membawa beberapa tangkai bunga menghampirinya. ”Om beli bunga Om.” ”Tidak Dik, saya tidak perlu,” ujar eksekutif muda itu tetap sibuk dengan laptopnya.
”Satu saja Om, kan bunganya boleh untuk kekasih atau isteri Om,” rayu si gadis kecil.

Setengah kesal dengan nada tinggi kerana merasa terganggu keasyikannya si pemuda berkata, ”Adik kecil tidak melihat Om sedang sibuk? b ila-bila ya kalo Om perlu Om akan beli bunga dari kamu.” Mendengar ucapan si pemuda, gadis kecil itu pun kemudian beralih kepada orang-orang yang lalu lalang di sekitar kafe itu. Setelah menyelesaikan istirahat siangnya, si pemuda segera beranjak dari kafe itu. Saat berjalan keluar ia berjumpa lagi dengan si gadis kecil penjual bunga yang kembali mendekatinya.
”Sudah selesai kerja Om, sekarang beli bunga ini  Om, murah saja satu tangkai saja.” Bercampur antara marah dan kasihan si pemuda mengeluarkan sejumlah wang dari sakunya. ”Ini wang RM 200 ringgit buat kamu. Om tidak mahu bunganya, anggap saja ini sedekah untuk kamu,” ujar si pemuda sambil mengangsurkan wangnya kepada si gadis kecil. Wang itu diambilnya, tetapi bukan untuk disimpan, melainkan ia berikan kepada pengemis tua yang kebetulan lewat di sekitar sana.

Pemuda itu kehairanan dan sedikit tersinggung. ”Kenapa wang tadi tidak kamu ambil, malah kamu berikan kepada pengemis?” Dengan keluguannya si gadis kecil menjawab, ”Maaf Om, saya sudah berjanji dengan ibu saya bahawa saya harus menjual bunga-bunga ini dan bukan mendapatkan wang dari meminta-minta. Ibu saya selalu berpesan walaupun tidak mempunyai wang kita tidak bolah menjadi pengemis.”

Pemuda itu tertegun, betapa ia mendapatkan pengajaran yang sangat berharga dari seorang anak kecil bahwa kerja adalah sebuah kehormatan, meski hasil tidak seberapa tetapi keringat yang menitis dari hasil kerja keras adalah sebuah kebanggaan. Si pemuda itu pun akhirnya mengeluarkan dompetnya dan membeli semua bunga-bunga itu, bukan kerana kasihan, tapi kerana semangat kerja dan keyakinan si anak kecil yang memberinya pelajaran berharga hari itu.

Sahabat,
Tidak jarang kita menghargai pekerjaan sebatas pada wang atau upah yang diterima. Kerja akan bernilai lebih jika itu menjadi kebanggaan bagi kita. Sekecil apapun fungsi dalam sebuah pekerjaan, jika kita kerjakan dengan sungguh-sungguh akan memberi nilai kepada manusia itu sendiri. Dengan begitu, setiap titis keringat yang mengucur akan menjadi sebuah kehormatan yang layak kita perjuangan.

Saturday, April 23, 2011

Batu Ruby Yang Retak


Batu ruby yang retak
Alkisah, di sebuah kerajaan, raja memiliki sebuah batu ruby yang sangat indah. Raja sangat menyayangi, mengaguminya dan berpuas hati kerana merasa memiliki sesuatu yang indah dan berharga. Saat permaisuri akan melangsungkan ulang tahunnya, raja ingin memberikan hadiah batu ruby itu kepada isteri tercintanya. Tetapi saat batu itu dikeluarkan dari tempat penyimpanan, terjadi kecelakaan sehingga batu itu terjatuh dan tergores retak cukup dalam.

Raja sangat keciwa dan bersedih. Dipanggilnya para ahli batu-batu berharga untuk memperbaiki kerosakan tersebut. Beberapa ahli permata telah datang kepada kerajaan, tetapi mereka menyatakan tidak sanggup memperbaiki batu berharga tersebut. “Mohon ampun Baginda. Goresan retak di batu ini tidak mungkin boleh diperbaiki. Kami tidak sanggup mengembalikannya seperti keadaan semula.” Kemudian baginda memutuskan mengadakan sayembara, mengundang seluruh ahli permata di negeri itu yang mungkin waktu itu terlewatkan.

Tidak lama kemudian datanglah ke istana seorang setengah tua berbadan bongkok dan berbaju lusuh, mengaku sebagai ahli permata. Melihat penampilannya yang tidak meyakinkan, para prajurit menertawakan dia dan berusaha mengusirnya. Mendengar suara itu, sang raja memerintahkan untuk menghadap. “Ampun Baginda. Mendengar kesedihan Baginda kerana kerosakan batu ruby kesayangan Baginda, perkenankanlah hamba untuk melihat dan mencuba memperbaikinya.” “Baiklah, niat baikmu aku kabulkan,” kata baginda sambil memberikan batu tersebut.

Setelah melihat dengan saksama, sambil menghela nafas, si tamu berkata, “Saya tidak boleh mengembalikan batu ini seperti keadaan semula, tetapi bila diperkenankan, saya akan membuat batu ruby retak ini menjadi lebih indah.”

Walaupun sang raja meragukan, tetapi kerana putus asa tidak ada yang boleh dilakukan lagi dengan batu ruby itu, raja akhirnya setuju. Maka, ahli permata itupun mulai memotong dan menggosok. Beberapa hari kemudian, dia menghadap raja, ternyata batu permata ruby yang retak telah dia pahat menjadi bunga mawar yang sangat indah. Baginda sangat gembira, “Terima kasih rakyatku. Bunga mawar adalah bunga kesukaan permaisuri, sungguh cocok sebagai hadiah.” Si ahli permata pun pulang dengan gembira. Bukan kerana besarnya hadiah yang dia terima, tetapi lebih dari itu kerana dia telah membuat raja yang dicintainya berbahagia.

Netter yang luar biasa,
Di tangan seorang yang ahli, benda cacat boleh diubah menjadi lebih indah dengan cara menambah nilai lebih yang diciptakannya. Apalagi mengerjakannya dengan penuh ketulusan dan perasaan cinta untuk membahagiakan orang lain. tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Saya kira demikian pula bagi manusia, tidak ada yang sempurna, selalu ada kelemahan besar ataupun kecil. Tetapi jika kita memiliki kesedaran dan tekad untuk mengubahnya, maka kita boleh mengurangi kelemahan-kelemahan yang ada sekaligus mengembangkan kelebihan-kelebihan yang kita miliki sehingga keahlian dan karakter positif akan terbangun. Dengan terciptanya perubahan-perubahan positif tentu itu merupakan kekuatan pendorong yang akan membawa kita pada kehidupan yang lebih sukses dan bernilai!

Kumpulkanlah Kapas-Kapas Yang Tersebar


Kapas yang sedang berterbangan
Dikisahkan, ada seorang pedagang yang kaya-raya dan berpengaruh di kalangan masyarakat. Kegiatannya berdagang mengharuskan dia sering keluar kota. Suatu saat, kerana pergaulan yang salah, dia mulai berjudi dan bertaruh.

Mula-mula kecil-kecilan, tetapi kerana tidak dapat menahan nafsu untuk menang dan mengembalikan kekalahannya, si pedagang semakin gelap mata, dan akhirnya wang hasil jerih payahnya selama ini banyak terkuras di meja judi. Isteri dan anak-anaknya terlantar dan mereka jatuh miskin.

Orang luar tidak ada yang tahu tentang kebiasaannya berjudi, maka untuk menutupi hal tersebut, dia mulai menyebar fitnah, bahawa dia bangkrap kerana orang kepercayaan, sahabatnya mengkhianati dia dan menggelapkan banyak wangnya. Khabar itu semakin hari semakin menyebar, sehingga sahabat yang setia itu, jatuh sakit. Mereka sekeluarga sangat menderita, ditambah dengan pandangan curiga oleh masyarakat di sekitarnya dan disisikan dari pergaulan.

Si pedagang tidak pernah mengira, kesan perbuatannya demikian buruk. Dia bergegas datang menengok sekaligus memohon maaf kepada si sahabat "Sahabat. Aku mengaku salah! Tidak seharusnya aku menimpakan perbuatan burukku dengan menyebar fitnah kepadamu. Sungguh, aku menyesal dan minta maaf. Apakah ada yang boleh aku kerjakan untuk menebus kesalahan yang telah kuperbuat?"

Dengan keadaan yang semakin lemah, si sahabat berkata, "Ada dua permintaanku. Pertama, tolong ambilkan bantal dan bawalah ke atap rumah. Sesampainya di sana, ambillah kapas dari dalam bantal dan sebarkan keluar sedikit demi sedikit ". Walaupun tidak mengerti apa erti permintaan yang aneh itu, demi menebus dosa, segera dilaksanakan permintaan tersebut. Setelah kapas habis di sebar, dia kembali menemui laki-laki yang sekarat itu. "Permintaanmu telah aku lakukan, apa permintaanmu yang kedua?" "Sekarang, kumpulkan kapas-kapas yang telah kau sebarkan tadi", kata si sahabat dengan suara yang semakin lemah.

Si pedagang terdiam sejenak dan menjawab dengan sedih, "Maaf sahabat, aku tidak sanggup mengabulkan permintaanmu ini. Kapas-kapas telah menyebar ke mana-mana, tidak mungkin boleh dikumpulkan lagi". "Begitu juga dengan berita bohong yang telah kau sebarkan, berita itu takkan berakhir hanya dengan permintaan maaf dan penyesalanmu saja" kata si sakit.

"Aku tahu engkau sungguh sahabat sejatiku. Walaupun aku telah berbuat salah yang begitu besar tetapi engkau tetap mahu memberi pelajaran yang sangat berharga bagi diriku. Aku bersumpah, akan berusaha semampuku untuk memperbaiki sikap jahat yang telah kuperbuat, sekali lagi maafkan aku dan terima kasih sahabat". Dengan suara terbata-bata dan berlinang air mata, dipeluklah sahabatnya.

Netter yg luar biasa,
Seperti kata pepatah mengatakan, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Pembohongan tidak berakhir dengan penyesalan dan permintaan maaf. Seringkali sulit bagi kita untuk menerima kesalahan yang telah kita perbuat. Bila mungkin, orang lainlah yang menanggung akibat kesalahan kita.  Kalau memang itu yang akan terjadi, lalu untuk apa melakukan fitnah yang hanya membuat orang lain menderita. Tentu jauh lebih nikmat boleh melakukan sesuatu yang membuat orang lain berbahagia.

Menyeberang Sungai

Menyeberang Sungai

Suatu hari di dalam kelas sebuah sekolah, di tengah-tengah pelajaran, pak guru bertanya kepada murid-muridnya : Anak-anak, jika suatu hari kita berjalan-jalan di suatu tempat, di depan kita terbentang sebuah sungai kecil, walaupun tidak telalu lebar tetapi airnya sangat keruh sehingga tidak diketahui berapa dalam sungai tersebut. Sedangkan satu-satunya jambatan yang ada untuk menyeberangi sungai, kelihatan di kejauhan berjarak kira-kira setengah kilometer dari tempat kita berdiri.

Pertanyaan saya adalah, apa yang akan kalian perbuat untuk menyeberangi sungai tersebut dengan cepat dan selamat? fikirkan baik-baik, jangan sembarangan menjawab. Jawablah dengan memberi alasan kenapa kalian memilih jalan itu. Tuliskan jawaban kalian di selembar kertas. Kita akan bincangkan setelah ini.

Satu kelas masing-masing memberi jawaban yang beragam. Setelah beberapa saat menunggu murid-murid menjawab di kertas, pak guru segera mengumpulkan kertas dan mulailah acara diskusi. Ada sekelompok murid berani menjawab: kumpulkan tenaga dan keberanian, ambil ancang-ancang dan lompat ke seberang sungai. Ada yang menjawab, kami akan langsung terjun ke sungai dan berenang sampai ke seberang.

Kelompok yang lain menjawab : Kami akan mencari sebatang tongkat panjang untuk membantu menyeberang dengan tenaga lontaran dari tongkat tersebut. Ada pula yang menjawab : Saya akan berlari secepatnya ke jambatan dan menyeberangi sungai, walaupun agak lama kerana jarak yang cukup jauh, tetapi lari dan menyeberang melalui jambatan adalah yang paling aman.

Setelah mendengar semua jawaban anak-anak, pak guru berkata, ”Bagus sekali jawaban kalian. Murid yang menjawab melompat ke seberang, bererti kalian mempunyai semangat berani mencuba. Murid yang menjawab turun ke air bererti kalian mengutamakan praktik. Murid yang memakai tongkat bererti kalian pintar memakai unsur dari luar untuk sampai kepada tujuan. Sedangkan yang berlari ke jambatan untuk menyeberang bererti kalian lebih mengutamakan keamanan. Saya senang kalian memiliki alasan atas jawaban itu. Semua jalan yang kalian tempuh adalah positif dan baik selama kalian tahu tujuan yang hendak dicapai. Asalkan kalian mahu berusaha dengan keras, tahu target yang hendak dicapai, tidak akan lari gunung di kejar, pasti tujuan kalian akan tercapai. Pesan guru, mulai dari sekarang dan sampai bila pun, Kalian harus lebih rajin belajar dan berusaha menghadapi setiap masalah yang muncul agar berhasil sampai ke tempat tujuan”. Jangan melarikan diri dari kesulitan

Sahabatku,
Dalam kenyataan hidup, kita semua sebagai manusia selalu mempunyai masalah atau problem yang harus di hadapi, selama kita tidak melarikan diri dari masalah, dan sedar bahawa semua masalah dan rintangan itu harus diatasi, melalui pola fikir dan cara-cara yang positif serta keberanian kita menghadapi semua itu, tentu hasilnya akan maksimum. Hanya dengan action dan belajar, belajar dan action lagi. Manusia baru boleh mencapai pertumbuhan mental yang sihat dan meraih kejayaan seperti yang di idam-idamkan!

Anjing Yang Setia

Anjing Yang Setia

Dikisahkan, di sebuah dusun tinggallah keluarga petani yang memiliki seorang anak masih bayi. Keluarga itu memelihara seekor anjing yang dipelihara sejak masih kecil. Anjing itu pandai, setia, dan rajin membantu si petani. Dia boleh menjaga rumah bila majikannya pergi, mengusir burung-burung di sawah dan menangkap tikus yang berkeliaran di sekitar rumah mereka. Si petani dan isterinya sangat menyayangi anjing tersebut.

Suatu hari, si petani harus menjual hasil tuaiannya ke kota. Oleh kerana beban berat yang harus di bawanya, dia meminta isterinya ikut serta untuk membantu, agar secepatnya menyelesaikan penjualan dan sesegera mungkin pulang ke rumah. Si bayi di tinggal tertidur lelap di ayunan dan dipercayakan di bawah penjagaan anjing mereka.

Menjelang malam setiba di dekat rumah, si anjing berlari menyongsong kedatangan majikannya dengan menyalak keras berulang-ulang, melompat-lompat dan berputar-putar, tidak seperti biasanya. Suami isteri itu pun hairan dan merasa tidak tenang menyaksikan sifat si anjing yang tidak biasa. Betapa terkejutnya mereka, setelah berhasil menenangkan anjingnya, ternyata mulut si anjing berlumuran darah segar. “Lihat pak! Mulut anjing kita berlumuran darah! Pasti telah terjadi sesuatu pada anak kita!” teriak si ibu histeris, ketakutan, dan mulai terisak menangis. “Ha…benar! Kurang ajar kau anjing! Kau apakan anakku? Pasti telah kau makan!” si petani ikut berteriak panik.

Dengan penuh kemarahan, si petani spontan mengambil sebuah kayu dan secepat kilat memukul anjing itu dan mengenai bahagian kepalanya. Anjing itu terdiam sejenak. Tak lama dia menggelepar kesakitan, memekik perlahan dan dari matanya kelihatan titisan air mata, sebelum kemudian ia terdiam untuk selamanya.

Bergegas kedua suami isteri itu pun berlari masuk ke dalam rumah. Begitu tiba di bilik, kelihatan anak mereka masih tertidur lelap di ayunan dengan damai. Sedangkan di bawah ayunan terletak bangkai seekor ular besar dengan darah berceceran bekas gigitan. Mereka pun segera sedar bahawa darah yang ada di mulut anjing tadi adalah darah ular yang hendak mematuk anak mereka. Perasaan sesal segera mendera. Kesalahan fatal telah mereka lakukan. Emosi kemarahan yang tidak terkawal telah membunuh anjing setia yg mereka sayangi. Tentu, penyesalan mereka tidak akan membuat anjing kesayangan itu hidup kembali.

Pembaca yang budiman,

Gara-gara emosi dan kemarahan yang membabi buta dari sikap manusia, seekor anjing setia yang telah membantu dan membela majikannya, harus mati secara tragik. Saya rasa demikian pula dalam kehidupan ini. Begitu banyak permasalahan, pertikaian, perselisihan bahkan peperangan, muncul dari emosi yang tidak terkontrol. Oleh itu, saya sangat setuju dengan kata-kata: ”Jangan mengambil keputusan apa pun pada saat emosi sedang melanda.” Sebab, bila itu yang dilakukan, boleh fatal akibatnya. Sungguh, kita perlu belajar dan melatih diri agar disaat emosi, kita mampu mengendalikan diri secara sabar dan bijak.

Friday, April 22, 2011

Pengukir Patung

Pengukir Patung

Alkisah, di pinggir sebuah kota, tinggal seorang seniman pembuat patung yang sangat terkenal di seantero negeri. Hasil karyanya yang halus, indah, dan penuh penghayatan banyak menghiasi rumah-rumah bangsawan dan orang-orang kaya di negeri itu. Bahkan, di dalam istana kerajaan hingga taman umum milik pemerintah pun, dihiasi dengan patung karya si seniman itu.

Suatu hari, datang seorang pemuda yang merasa berbakat memohon untuk menjadi muridnya. Sebab niat dan semangat si pemuda, dia diperbolehkan belajar padanya. Bahkan, ia juga diizinkan untuk tinggal di rumah paman si pembuat patung.

Sejak hari itu, mulailah dia belajar dengan tekun, mengukur ketepatan bahan adonan simen, membuat rangka, cara menggerakkan jari-jari tangan, dan mengenali setiap tekstur sesuai bentuk dan jenis benda yang akan dibuat patung, dan pelbagai kemampuan mematung lainnya.

Setelah belajar sekian lama, si murid merasa tidak puas. Sebab menurutnya, hasil patungnya belum boleh menyamai keindahan patung gurunya. Dia pun kemudian menganalisa dengan saksama, lantas memutuskan meminjam alat-alat yang biasa dipakai gurunya. Dia berfikir, rahsia kehebatan sang guru pasti di alat-alat yang dipergunakan. “Guru, bolehkan saya meminjam alat-alat yang biasa Guru pakai untuk membuat patung? Saya ingin mencuba membuat patung dengan memakai alat-alat yang selalu dipakai guru agar hasilnya boleh menyamai patung buatan Guru.” “Silakan pakai, kamu tahu dimana alat-alat itu berada kan? Ambil saja dan pakailah,” jawab sang guru sambil tersenyum.

Selang beberapa hari, dengan wajah lesu si murid datang kepada gurunya dan berkata, “Guru, saya sudah berusaha dan berlatih dengan tekun sesuai petunjuk Guru, memakai alat-alat yang biasa dipakai Guru. Kenapa hasilnya tetap tidak sebagus patung yang Guru buat?” “Anakku, gurumu ini belajar dan berlatih membuat patung selama puluhan tahun. Mengamati objek benda, mencermati setiap gerak dan tekstur, kemudian berusaha menuangkannya ke dalam karya seni dengan segenap hati dan seluruh fikiran. Tidak terkira berapa kali kegagalan yang telah dibuat, tapi tidak pernah pula berhenti membuat patung hingga hari ini. Bukan alat-alat bantu yang engkau pinjam itu yang kamu perlukan untuk menjadi seorang pembuat patung handal, tetapi jiwa seni dan semangat untuk yang harus engkau punyai. Dengan begitu, lambat laun engkau akan terlatih dan menjadi pembuat patung yang baik.”
“Terima kasih Guru, saya berjanji akan terus berlatih, mohon Guru bersabar mengajari saya.”

Pembaca yang berbahagia,
Untuk menciptakan sebuah maha karya, tidak cukup hanya mengharapkan bakat semata-mata. Kita perlu proses belajar dan ketekunan berlatih bertahun-tahun. Bahkan, meski dibantu alat-alat secanggih apapun, hasil yang diperolehi sebenarnya sangat bergantung kepada tangan-tangan terampil dan terlatih yang menggerakkannya. Demikian pula dalam kehidupan ini, jika ingin meraih prestasi yang gemilang, ada harga yang harus kita bayar! Apapun bidang yang kita geluti, apapun talenta yang kita miliki, kita memerlukankan waktu, fokus dan kesungguhan hati dalam mewujudkannya hingga tercapai kesuksesan yang membanggakan!!

Thursday, April 21, 2011

Batu-Batu Yang Berharga

Batu-batu yang berharga

Alkisah, di sebuah sekolah perniagaan, seorang guru besar sedang menyampaikan mata pelajaran tentang ekonomi sosial. Di depan kelas, dengan hati-hati guru meletakkan sebuah toples kaca di atas meja diikuti tatapan mata para siswanya, dia mengeluarkan sekantung penuh batu dan memasukkannya satu persatu ke dalam toples itu sampai tidak ada lagi batu yang boleh dimasukkan. Setelah melakukan hal tersebut, guru bertanya kepada para siswanya, "Anak-anak, apakah toples ini sudah penuh?""Ya!" jawab mereka serentak.

Sambil tersenyum, sang guru mengambil tas kedua dari bawah mejanya yang berisi batu kerikil. Dia kemudian menuangkan kerikil itu sambil menggoyang-goyangkan toples untuk mengisi celah-celah di antara batu-batu yang telah ada di dalam toples tadi. Untuk kedua kalinya, dia bertanya kepada para siswanya, "Sekarang, apakah toples ini sudah penuh?"  "Belum!" jawab mereka setelah tahu arah pertanyaan si guru.

Kali ini jawaban mereka benar. Si guru mengambil kantung berisi pasir halus. Ia pun kemudian menuangkan pasir halus ke dalam toples untuk mengisi celah-celah di antara batu-batu besar dan kerikil-kerikil yang telah dimasukkan sebelumnya. Lagi-lagi dia bertanya, "Nah, apakah sekarang toples ini sudah penuh?" "Mungkin penuh, mungkin juga belum penuh cikgu. Yang tahu jawabannya cuma cikgu," jawab para siswa.

Jawaban itu membuat si guru tersenyum. Ia lantas mengeluarkan seteko air dan menuangkan ke dalam toples hingga air pun memenuhi permukaan toples. Dia meletakkan teko dan memandang ke seluruh kelas."Lantas, dari hal-hal tadi, pelajaran apakah yang dapat kalian petik?" "Tak peduli seberapa padat jadual kegiatan kita, selalu boleh ditambahkan sesuatu ke dalamnya," jawab seorang siswa kerana merasa sedang mengikuti kelas perniagaan."Bukan sekadar itu! Yang ditunjukkan di sini adalah dengan memasukkan batu-batu besar lebih dahulu, disusul batu kerikil lalu pasir, dan terakhir air, maka cara seperti itu boleh membuat toples terisi secara maksimum. Ertinya, ini merupakan sebuah pelajaran tentang prioriti. Kalian mengerti?" sebut si guru. Serentak para murid pun mengangguk-anggukkan kepala, tanda mendapat jawaban dan pelajaran yang memuaskan.

Pembaca yang budiman,
Pengertian tentang prioriti sangatlah penting. Sebab, kadangkala kita melakukan pekerjaan dengan hasil yang tidak optimum, hanya kerana kita tidak mengambil tahu dengan cermat mana pekerjaan yang penting dan mendesak untuk lebih dahulu dikerjakan.

Jikalau kita mampu memilih dan melakukan pekerjaan dengan memprioritikan atau mendahulukan pekerjaan yang penting dan mendesak, maka, apa yang kita lakukan akan boleh berjalan lebih efektif dan berdaya guna. Dengan begitu, hasil yang dicapai pun akan boleh lebih maksimum. Itulah inti dari pengertian prioriti. Cukup sederhana, namun memerlukan latihan demi latihan, dalam praktik pekerjaan atau kegiatan dalam kehidupan kita sehari-hari. Maka, mari kita raih kesuksesan dengan cara membangun kebiasaan menentukan skala prioriti dalam segala aktiviti yang kita lakukan.

Ayahku Tukang Batu

Ayahku Tukang Batu

Alkisah, sebuah keluarga sederhana memiliki seorang puteri yang menginjak remaja. Sang ayah bekerja sebagai tukang batu di sebuah perusahaan kontraktor besar di kota itu. Sayang, sang puteri merasa malu dengan ayahnya. Jika ada yang bertanya tentang pekerjaan ayahnya, dia selalu menghindar dengan memberi jawaban yang tidak jujur. "Oh, ayahku bekerja sebagai ketua di perusahaan kontraktor," katanya, tanpa pernah menjawab bekerja sebagai apa.

Puteri lebih senang menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Ia sering berpura-pura menjadi anak dari seorang ayah yang bukan bekerja sebagai tukang batu. Melihat dan mendengar anak semata-mata wayangnya, sang ayahnya bersedih. Perkataan dan perbuatan anaknya yang tidak jujur dan mengingkari keadaan yang sebenarnya membuatnya telah melukai hatinya.

Hubungan di antara mereka jadi tidak harmoni. Puteri lebih banyak menghindar jika bertemu dengan ayahnya. Ia lebih memilih mengurung diri di biliknya yang kecil dan sibuk menyesali keadaan. "Sungguh Tuhan tidak adil kepadaku, memberiku ayah seorang tukang batu," keluhnya dalam hati.
Melihat kelakuan puterinya, sang ayah memutuskan untuk melakukan sesuatu. Maka, suatu hari, si ayah mengajak puetrinya berjalan berdua ke sebuah taman, tak jauh dari rumah mereka. Setengah terpaksa, si puteri mengikuti kehendak ayahnya.

Setelah sampai di taman, dengan raut penuh senyuman, si ayah berkata, "Anakku, ayah selama ini menghidupi dan membiayai sekolahmu dengan bekerja sebagai tukang batu. Walaupun hanya sebagai tukang batu, tetapi ayah adalah tukang batu yang baik, jujur, disiplin dan jarang melakukan kesalahan. Ayah ingin menunjukkan sesuatu kepadamu, lihatlah gedung bersejarah yang ada di sana. Gedung itu boleh berdiri dengan megah dan indah kerana ayah salah satu orang yang ikut membangun. Memang, nama ayah tidak tercatat di sana, tetapi keringat ayah ada di sana. Juga, berbagai bangunan indah lain di kota ini di mana ayah menjadi bahagian tak terpisahkan dari gedung-gedung tersebut. Ayah bangga dan bersyukur boleh bekerja dengan baik hingga hari ini."

Mendengar sang ayah, si puteri terpana. Ia terdiam tak boleh berkata apa-apa. Sang ayah pun melanjutkan percakapannnya, "Anakku, ayah juga ingin engkau merasakan kebanggaan yang sama dengan ayahmu. Sebab, tak peduli apa pun pekerjaan yang kita kerjakan, bila disertai dengan kejujuran, perasaan cinta dan tahu untuk apa itu semua, maka selayaknya kita mensyukuri nikmat itu."

Setelah mendengar semua perkataan sang ayah, si puteri segera memeluk ayahnya. Sambil terisak, ia berkata, "Maafkan puteri ayah. Puteri salah selama ini. Walaupun tukang batu, tetapi ternyata Ayah adalah seorang pekerja yang hebat. Puteri bangga pada Ayah." Mereka pun berpelukan dalam suasana penuh keharuan.

Pembaca yang budiman,
Begitu ramai orang yang tidak boleh menerima keadaan dirinya sendiri apa adanya. Entah itu masalah pekerjaaan, gelar, wang, kedudukan, dan sebagainya. Mereka merasa malu dan rendah diri atas apa yang ada, sehingga selalu berusaha menutupi dengan identiti dan keadaan yang dipalsukan. Tetapi, justeru kerana itulah, bukan kebahagiaan yang dinikmati. Namun, setiap hari mereka hidup dalam keadaan was-was, demi menutupi semua kepalsuan. Tentu, pola hidup seperti itu sangat melelahkan. Maka, daripada hidup dalam kebahagiaaan yang palsu, jauh lebih baik seperti tukang batu dalam kisah di atas. Walaupun hidup sederhana, ia memiliki kehormatan dan integriti sebagai manusia. Sesungguhnya, kebolehan menerima apa adanya kita hari ini adalah kebijaksanaan dan mahu berusaha memulai dari apa adanya kita hari ini dengan kejujuran dan kerja keras adalah keberanian!

Ulat Yang Berani

Ulat Yang Berani

Dikisahkan, ada seekor ulat kecil sejak lahir menetap di daerah yang tidak cukup air, sehingga sepanjang hidupnya, dia selalu kekurangan makanan. Di dalam hati kecilnya ada keinginan untuk pindah dari rumah lamanya demi mencari kehidupan dan lingkungan yang baru. Tetapi dari hari ke hari dia tidak juga memiliki keberanian untuk melaksanakan niatnya. Hingga suatu hari, kerana keadaan alam yang semakin tidak bersahabat, si ulat terpaksa membulatkan tekad memberanikan diri keluar dari rumahnya, mulai merayap ke depan tanpa berpaling lagi ke belakang.

Setelah berjalan agak jauh, dia mulai merasa bimbang, katanya dalam hati, "Jika aku sekarang berbalik kembali ke rumah lama rasanya masih belum terlambat, mujur aku belum berjalan terlalu jauh. Kalau aku berjalan lebih jauh lagi, jangan-jangan jalan pulang pun takkan kutemukan lagi, mungkin aku akhirnya aku tersesat dan… entah bagaimana nasibku nanti!" Ketika si ulat sedang maju mundur penuh kebimbangan dan pertimbangan, tiba-tiba ada sebuah suara menyapa dekatnya, "Hello ulat kecil! Apa khabar? Aku adalah kepik. Senang sekali melihatmu keluar dari rumah lamamu. Aku tahu, engkau tentu bosan kekurangan makan kerana musim dan cuaca yang tidak baik terus menerus. Kepergianmu tentu untuk mencari kehidupan yang lebih baik, kan?". Si ulat pun berkata kepada si kepik, "Benar kepik. Aku memutuskan pergi dari sarangku untuk kehidupan yang lebih baik. Apakah engkau tahu, apa yang ada di depan sana?" " oh...Aku tahu, jalan ke depan yang akan kau lalui, walaupun tidak terlalu jauh tetapi semak dan berliku, dan lebih jauh di sana ada sebuah gua yang gelap yang harus kau lalui, tetapi setelah kamu mampu melewati kegelapan, aku beritahu, pintu gua sebelah sana terbentang sebuah tempat yang terang, indah dan sangat subur. Kamu pasti menyukainya. Di sana kau pasti boleh hidup dengan baik seperti yang kamu inginkan".

Si kepik dengan bersemangat memberi dorongan kepada ulat yang kelihatan ragu dan ketakutan. "Kepik, apakah tidak ada jalan pintas untuk sampai ke sana?" Tanya ulat. "Tidak sahabat.  Jika kamu ingin hidup lebih baik dari hari ini, kamu harus melewati semua cabaran itu. Nasihatku, tetaplah berjalan langkah demi langkah, fokuskan pada tujuanmu dan tetaplah berjalan. Niscaya kamu akan tiba di sana dengan selamat. Selamat jalan dan selamat berjuang sahabat!" sambil berteriak penuh semangat, si kepik pun meninggalkan ulat.

Pembaca yang budiman,
Memang benar kemenangan, kejayaan adalah milik mereka yang secara sedar tahu apa yang menjadi keinginannya sekaligus siap menghadapi rintangan apapun yang menghalang serta mahu memperjuang habis-habisan melalui cara-cara yang benar sampai mencapai tujuan akhir iaitu kejayaan.

Pengertian sukses secara sederhana demikian, telah di praktikkan oleh manusia sukses berabad-abad lampau sampai saat ini sesuai dengan bidang masing-masing. Maka untuk meraih kejayaan yang maksimum, kita tidak memerlukan teori-teori kosong yang rumit. Cukup tahu akan nilai yang akan di capai dan take action! Ambil tindakan!

Tulisan Di Atas Pasir

Tulisan di atas pasir
Di pesisir sebuah pantai, kelihatan dua anak sedang berlari-larian, bergurau dan bermain dengan riang gembira. Tiba-tiba, terdengar pertengkaran sengit di antara mereka,salah seorang anak yang bertubuh lebih besar memukul temannya sehingga wajahnya menjadi biru lebam. Anak yang dipukul seketika diam terpaku. Lalu, dengan mata berkaca-kaca dan raut muka marah menahan sakit, tanpa berbicara sepatah katapun, dia menulis dengan sebatang tongkat di atas pasir: "Hari ini temanku telah memukul aku !!!"

Teman yang lebih besar merasa tidak enak, tersipu malu tetapi tidak pula berkata apa-apa. Setelah diam beberapa saat, ya dasar-anak-anak, mereka segera kembali bermain bersama. Saat lari berkejaran, kerana tidak berhati-hati, Tiba-tiba, anak yang dipukul tadi termasuk ke dalam lubang perangkap yang dipakai menangkap binatang "Aduh.... Tolong....Tolong!" ia berteriak minta tolong. Temannya segera menengok ke dalam lubang dan berseru "Teman, apakah engkau terluka? Jangan takut, tunggu sebentar, aku akan segera mencari tali untuk menolongmu". Bergegas anak itu berlari mencari tali. Saat dia kembali, dia bercakap lagi menenangkan sambil mengikatkan tali ke sebatang pohon "Teman, Aku sudah datang! Talinya akan ku ikat ke pohon, talinya akan ku lemparkan kepada kamu, tangkap dan ikatkan dipinggangmu, pegang erat-erat, aku akan menarikmu keluar dari lubang".

Susah payah, akhirnya teman kecil itupun berhasil dikeluarkan dari lubang dengan selamat. Sekali lagi, dengan mata berkaca-kaca, dia berkata, "Terima kasih, sahabat!". Kemudian, dia bergegas berlari mencari sebuah batu karang dan berusaha menulis di atas batu itu "Hari ini, temanku telah menyelamatkan aku".

Temannya yang diam-diam mengikuti dari belakang bertanya kehairanan, "Mengapa setelah aku memukulmu, kamu menulis di atas pasir dan setelah aku menyelamatkanmu, kamu menulis di atas batu?" Anak yang di pukul itu menjawab sabar, "Setelah kamu memukul, aku menulis di atas pasir kerana kemarahan dan kebencianku terhadap perbuatan buruk yang kamu perbuat, ingin segera aku hapus, seperti tulisan di atas pasir yang akan segera terhapus bersama tiupan angin dan sapuan ombak. Tapi ketika kamu menyelamatkan aku, aku menulis di atas batu, kerana perbuatan baikmu itu layak dikenang dan akan terpateri selamanya di dalam hatiku, sekali lagi, terima kasih sahabat".

Pembaca yang budiman,

Hidup dengan memikul beban kebencian, kemarahan dan dendam, sungguh memenatkan. Apa lagi bila orang yang kita benci itu tidak sengaja melakukan bahkan mungkin tidak pernah tahu bahawa dia telah menyakiti hati kita, sungguh ketidakbahagiaan yang sia-sia. Memang benar bila setiap kesalahan orang kepada kita, kita tuliskan di atas pasir, bahkan di udara, segera berlalu bersama tiupan angin, sehingga kita tidak perlu kehilangan setiap kesempatan untuk berbahagia. Sebaliknya tidak melupakan orang yang pernah menolong kita, seperti tulisan yang terukir di batu karang yang tidak akan pernah hilang untuk kita kenang selamanya.

Ubah Dulu Yang Di Dalam

Lukisan di ruang tamu
Ketika ubah suai rumah, si empunya rumah sudah merancang untuk memasang sebuah lukisan potret keluarga di ruang tamu yang telah dihiasinya dengan indah. Lukisan itu telah dipesannya melalui seorang seniman pelukis wajah yang terkenal dengan harga yang mahal. ketika lukisan itu tiba di rumah dan hendak di pasang, dia merasa tidak puas dengan hasil lukisan dan meminta si pelukis mencantikkan lagi sesuai dengan gambar yang dibayangkan. Apa daya, setelah diperbaiki hingga ke tiga kalinya, tetap sahaja ada sesuatu yang tidak disukai pada lukisan tersebut sehingga setiap si pemilik rumah melintas ruang tamu, selalu timbul ketidakpuasan dan kekecewaan. Itu sangat mengganggu fikirannya. Menjadikan dirinya tidak senang, marah dan keciwa dengan ruang tamunya yang indah itu. Semua kerana sebuah lukisan!

Suatu hari, datang bertamu satu keluarga sahabat ke rumah itu. Sahabat ini termasuk pengamat seni yang disegani di lingkungannya. Ketika memasuki ruang tamu, setelah bertukar sapa dengan akrab dengan tuan rumah, tiba-tiba mereka bersamaan terdiam di depan lukisan potret keluarga itu. Si tuan rumah tersipu-sipu menyela, "sahabat, tolong jangan tertawa dengan lukisan itu. Saya tahu, lukisan itu tidak seindah seperti yang saya mahu, tetapi setelah di cantikkan beberapa kali jadinya seperti itu, ya sudah, mahu apa lagi?" "jadi, apa yang salah dengan lukisan ini? Lukisan ini bagus sekali, sungguh saya tidak sekadar memuji. Si pelukis boleh melihat karakter objek yang dilukisnya dan menuangkan dengan baik di atas kanvas, perpaduan warna di latar belakangnya juga mampu mendukung lukisan utamanya. Betul kan?"

Tanyanya sambil menoleh kepada isterinya.Ya, lukisan ini indah dan berkarakter. Jarang-jarang kami melihat karya yang cantik seperti ini. Kamu sungguh beruntung memilikinya", si isteri menambahkan dengan bersemangat, kemudian mereka pun asyik diskusi tentang lukisan itu. Setelah kejadian itu, setiap melintas di ruang tamu dan melihat lukisan potret keluarga itu, dia tersenyum sendiri teringat percakapan dengan sahabatnya. Kemarahannya telah lenyap sama sekali.

Pembaca yang budiman,
Jika sebuah lukisan tidak boleh diubah atau banyak hal lain di luar diri kita yang tidak mampu kita ubah sesuai dengan keinginan kita atau selera kita, maka tidak perlu menyalahkan keadaan! kerana sesungguhnya, belum tentu lukisan atau keadaan luar yang bermasalah, tetapi cara pandang kitalah yang berbeza.  Jika kita tidak ingin kehilangan kebahagiaan maka kita harus berusaha menerima perbezaan yang ada. Dengan mengubah cara berfikir kita yang di dalam, tentu keadaan di luar juga  ikut berubah.

Komen Lukisan

Komen Lukisan
Alkisah, ada seorang pelukis terkenal. Hasil lukisannya banyak menghiasi dinding rumah orang-orang kaya. Si pelukis dikenal dengan kehalusan, ketelitian, keindahan, dan kemampuan memperhatikan detail objek yang digambarnya. Sebab itu, pesanan lukisannya tidak pernah berhenti dari para kolektor mahupun pecinta barang-barang seni.

Suatu hari, setelah menyelesaikan sebuah lukisan, si pelukis merasa sangat puas dengan hasil lukisannya. Menurut pandangannya, lukisan itu sempurna. Maka, dia lantas bermaksud mengadakan pameran lukisan agar orang-orang dapat menikmati, serta mengagumi keindahan dan kehebatannya.

Saat pameran, si pelukis meletakkan sebuah buku  dekat lukisan dengan sebuah tulisan: "Yang terhormat, para pencinta dan penggemar seni. Setelah melihat dan menikmati lukisan ini, silakan isi di buku ini komen Anda tentang kelemahan dan kekurangannya. Terima kasih atas waktu dan komen Anda."

Pengunjung pun silih berganti mengisi buku itu. Setelah beberapa hari, si pelukis pun membaca buku berisi komen pengunjung pameran dan dia merasa kecewa sekali dengan banyaknya catatan kelemahan yang diberikan. "Orang-orang ini memang tidak mengerti indahnya lukisan ini. Mereka suka-suka sahaja mengritik!" batin si pelukis.

Dalam hati, dia tetap yakin bahawa lukisannya itu sangat bagus. Maka, untuk itu dia ingin menguji sekali lagi komen orang lain, tetapi dengan cara yang berbeza. Untuk itu, ia membuat pameran sekali lagi, namun di tempat yang berbeza. Kali ini, ia juga menyertakan sebuah buku untuk diisi oleh pengunjung yang melihat lukisannya. Tetapi kali ini, penggemar lukisannya tidak dimintai komen kelemahan, namun untuk memberikan komen tentang kekuatan dan keindahan lukisan itu.

Setelah beberapa hari, si pelukis kembali membaca buku komen pengunjung. Kali ini, dia tersenyum senang setelah membacanya. Jika pengunjung yang terdahulu mengritik dan melihat kelemahannya, maka komen yang dia dapatkan kali ini berisi banyak pujian dan kekaguman atas lukisan yang dibuatnya. Bahkan, banyak dari hal-hal yang dikritik waktu itu, sekarang justeru dipuji.

Dari kedua pameran lukisan yang diadakannya, si pelukis mendapatkan sebuah pembelajaran bahawa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Apapun yang kita kerjakan, sehebat dan sesempurna apapun menurut kita, ternyata di mata orang lain, ada saja kelemahan dan kritikannya. Namun, pastilah ada juga yang memuji dan menyukainya. Jadi, tidak perlu marah dan berkecil hati terhadap komen orang lain. Asalkan kita mengerjakan semua pekerjaan dengan sungguh-sungguh dan dilandasi niat baik, itulah persembahan terbaik bagi diri kita sendiri.

Pembaca yang budiman,

Memang, kehidupan di dunia ini tidak ada yang sempurna. Apa yang kita fikirkan, yang kita yakini, yang kita kerjakan, dan  yang kita hasilkan, pasti selalu ada sisi pro dan kontra. Maka, kalau kita berpegang dengan sesuatu yang kita miliki dan kita yakini, maka hal tersebut boleh jadi justeru mendatangkan masalah, konflik, atau bahkan rasa antipati. Tentu, jika itu yang terjadi, akan membuat kita tidak bahagia, namun, jika kita mampu menghargai setiap perbezaan sebagai hak asasi setiap insan, maka akan timbul keselarasan dan keharmonisan. Jika kita boleh menerapkan toleransi dan saling menghargai, maka ke mana pun kita pergi, dengan siapa pun kita bergaul, akan selalu ada tempat yang nyaman dan damai buat kita sehingga kebahagiaan selalu kita rasakan.

Pemancing


Fokus Pada Tujuan Dan Konsentrasi

 Pada tepian sebuah sungai, kelihatan seorang anak kecil sedang bersenang-senang. Ia bermain air yang bening di sana. Sesekali tangannya dicelupkan ke dalam sungai yang sejuk. Si anak terlihat sangat menikmati permainannya. Selain asyik bermain, si anak juga sering memerhatikan seorang paman tua yang hampir setiap hari datang ke sungai untuk memancing. Setiap kali bermain di sungai, setiap kali pula ia selalu melihat paman asyik mengulurkan pancingnya. Kadang kala, tangkapannya hanya sedikit. Tetapi, ada juga masa dia dapat ikan yang banyak.

Suatu petang, saat sang paman bersiap-siap hendak pulang dengan ikan hasil  tangkapan yang hampir memenuhi keranjangnya, si anak cuba mendekatinya. Ia menyapa sang paman sambil tersenyum senang. Melihat si anak mendekatinya, sang paman menyapa duluan. "Hai Nak, kamu mahu ikan? Pilih saja sesukamu dan ambillah beberapa ekor. Bawa pulang dan minta ibumu untuk memasaknya sebagai lauk makan malam nanti," kata si paman ramah. "Tidak, terima kasih Paman," jawab si anak. "Jadi, paman perhatikan, kamu hampir setiap hari bermain di sini sambil melihat paman memancing. Sekarang ada ikan yang paman tawarkan kepadamu, kenapa kamu tolak?"

"Saya senang memerhatikan Paman memancing, kerana saya ingin memancing seperti Paman. Apakah Paman mahu mengajar saya bagaimana caranya memancing?" tanya si anak penuh harap. "Wah.. wah.. wah. Ternyata kamu anak yang pintar. Belajar memancing engkau boleh mendapatkan ikan sebanyak yang kamu mahu di sungai ini. Baiklah, kerana kamu tidak mahu ikannya,  paman beri kamu alat pancing ini. Besok kita mulai belajar memancing.

Keesokan harinya, si anak dengan bersemangat kembali ke tepi sungai untuk belajar memancing bersama sang paman. Mereka memasang umpan, melempar tali kail ke sungai, menunggu dengan sabar, dan akhirnya kail pun tenggelam ke sungai dengan umpan yang menarik ikan-ikan untuk memakannya. Sesaat, umpan terlihat bergoyang-goyang didekati kerumunan ikan. Saat itulah, ketika ada ikan yang memakan umpan, sang paman dan anak tadi segera bergegas menarik tongkat kail dengan ikan hasil tangkapan berada diujungnya.

Begitu seterusnya. Setiap kali berhasil menarik ikan, mereka kemudian melemparkan kembali kail yang telah diberi umpan. Memasangnya kembali, melemparkan ke sungai, menunggu dimakan ikan, melepaskan mata kail dari mulut ikan, hingga petangnya. Ketika pulang, si anak yang menikmati hari memancingnya bersama sang paman bertanya, "Paman, belajar memancing ikan hanya begini saja atau masih ada jurus yang lain?"

Mendengar pertanyaan tersebut, sang paman tersenyum bijak. "Benar anakku, kegiatan memancing ya hanya begini saja. Yang perlu kamu latih adalah kesabaran dan ketekunan menghadapinya. Kemudian fokus pada tujuan dan konsentrasilah pada apa yang sedang kamu kerjakan. Belajar memancing sama dengan belajar dalam kehidupan ini, setiap hari mengulang hal yang sama. Tetapi, tentunya yang diulang harus hal-hal yang baik. Sabar, tekun, fokus pada tujuan dan konsentrasi pada apa yang sedang kamu kerjakan, maka apa yang menjadi tujuanmu boleh tercapai."

Pembaca yang budiman,

Sama seperti dalam kehidupan ini, sebenarnya untuk meraih kejayaan kita tidak memerlukan teori-teori yang rumit, semua sederhana sahaja,  Sepanjang kita tahu apa yang kita mahu, dan kemudian mampu memaksimum potensi yang kita miliki sebagai modal, terutama dengan menggali kelebihan da mengasah bakat kita, maka kita akan boleh mencapai apa yang kita impikan dan cita-citakan. Apa lagi, jika semua hal tersebut kita kerjakan dengan senang hati dan penuh kesungguhan.

Kemampuan mematangkan kelebihan-kelebihan kita secara konsisten, maka sebenarnya kita sedang memupuk diri kita untuk menjadi ahli di bidang yang kita kuasai. Sehingga, dengan profesionalisme yang kita miliki,  apa yang kita perjuangkan pasti akan membuahkan hasil yang paling memuaskan.