Wednesday, December 7, 2011

Pemancing Kecil

Pada tepian sebuah sungai, Kelihatan seorang anak kecil sedang bersenang-senang. Ia bermain air yang bening di sana. Sesekali tangannya dicelupkan ke dalam sungai yang sejuk. Si anak terlihat sangat menikmati permainannya.

Selain asyik bermain, si anak juga sering memerhatikan seorang tua yang hampir setiap hari datang ke sungai untuk memancing. Setiap kali bermain di sungai, setiap kali pula ia selalu melihat orang tua itu asyik mengulurkan pancingnya. Kadang kala, tangkapannya hanya sedikit, tetapi tidak jarang juga banyak ikan  yang dapat dipancingnya.

Suatu petang, ketika orang tua itu bersiap-siap hendak pulang dengan ikan hasil tangkapan yang hampir memenuhi keranjangnya, si anak cuba mendekat. Ia menyapa orang itu sambil tersenyum senang. Melihat si anak mendekatinya, orang tua itu menyapa duluan. "Hai Nak, kamu mahu ikan? Pilih saja sesukamu dan ambillah beberapa ekor. Bawa pulang dan minta ibumu untuk memasaknya sebagai lauk makan malam nanti," kata orang tua itu dengan ramah sekali. 

"Tidak, terima kasih pakcik," jawab si anak. "Jadi, kalau diperhatikan, kamu hampir setiap hari bermain di sini sambil melihat pakcik memancing. Sekarang ada ikan yang ditawarkan kepadamu, kenapa ditolak?" "Saya senang memerhatikan Pakcik memancing, kerana saya inginkan kemahiran memancing seperti Pakcik. Apakah Pakcik mahu mengajar saya bagaimana cara memancing?" tanya si anak penuh berharap.

"Wah.. wah.. wah! Ternyata kamu anak yang pintar, dengan belajar memancing engkau boleh mendapatkan ikan sebanyak yang kamu mahu di sungai ini. Baiklah kerana kamu tidak mahu ikan, Pakcik beri kamu alat pancing ini. Esok kita mulai belajar cara memancing ya"kata orang tua itu.

Keesokan harinya, si anak kecil dengan semangat kembali ke tepi sungai untuk belajar memancing bersama orang tua itu. Mereka memasang umpan, melempar tali kail ke sungai, menunggu dengan sabar, dan hup... kail pun tenggelam ke sungai dengan umpan yang menarik ikan-ikan untuk memakannya. Sesaat, umpan bergoyang-goyang dikerumuni ikan. Saat itulah, ketika ada ikan yang memakan umpan, orang tua itu dan anak tadi segera bergegas menarik pancing kail dengan ikan hasil tangkapan berada dihujungnya, begitu seterusnya. 

Setiap kali berhasil menarik ikan, mereka kemudian melemparkan kembali kail yang telah diberi umpan. Memasangnya kembali, melemparkan ke sungai, menunggu dimakan ikan, melepaskan mata kail dari mulut ikan, hingga tanpa sedar hari sudah petang. Ketika menjelang pulang, si anak yang menikmati hari memancingnya bersama orang tua itu bertanya, "Pakcik, belajar memancing ikan hanya begini sahaja atau masih ada cara yang lain?"

Mendengar pertanyaan tersebut, orang tua itu tersenyum bijak. "Benar, kegiatan memancing ya hanya begini saja. Apa yang perlu kamu latih adalah kesabaran dan ketekunan menjalaninya. Kemudian fokus pada tujuan dan konsentrasilah pada apa yang sedang kamu lakukan. Belajar memancing sama dengan belajar tentang kehidupan ini, setiap hari mengulangi hal yang sama, tetapi tentunya yang diulang harus hal-hal yang baik. Sabar, tekun, fokus pada tujuan dan konsentrasi pada apa yang sedang kamu lakukan, maka apa yang menjadi tujuanmu boleh tercapai."
   
Pembaca yang budiman,
Sama seperti dalam kehidupan ini, sebenarnya untuk meraih kesuksesan kita tidak memerlukan teori-teori yang rumit kerana semua sederhana sahaja. Sepanjang kita tahu apa yang kita mahu, dan kemudian mampu memaksimumkan potensi yang kita miliki sebagai modal, terutama dengan menggali kelebihan dan mengasah bakat kita, maka kita akan boleh mencapai apa yang kita impikan dan cita-citakan. Apa lagi, jika semua hal tersebut kita lakukan dengan senang hati dan penuh kesungguhan.
 
Mampu mematangkan kelebihan-kelebihan kita secara konsisten, maka sebenarnya kita sedang memupuk diri kita untuk menjadi mahir di bidang yang kita sedang lakukan. Sehingga, dengan profesionalisme yang kita miliki, apa yang kita perjuangkan pasti akan membuahkan hasil yang paling memuaskan.

Perbezaan Orang Sukses dan Orang Gagal

Orang yang sukses selalu kelebihan 1 cara, orang yang gagal selalu kelebihan 1 alasan.
 
Apa maknanya?

Dalam memperjuangkan apa yang kita impikan, perjalanan kadang kala tidak selancar seperti yang kita inginkan. Tidak semudah seperti yang kita harapkan. Selalu saja ada halngan, kesulitan, gangguan, kekeliruan, bahkan mungkin menemui kegagalan.


Apa bezanya, orang sukses dengan orang gagal dalam menghadapi keadaan demikian?
Bezanya pada cara masing-masing bertindak balas terhadap apa yang ada di hadapannya. Bezanya, adalah pada sikap mental mereka dalam melihat masalah tersebut. Bezanya, pada siapa yang bermental menang dan siapa yang bermental kalah.
 
The looser atau orang gagal, jika diperhadapkan kesulitan, mereka selalu  membuat 1001 alasan mengapa dia gagal. Dalih itu muncul silih berganti, seakan tiada habisnya! Dia selalu mencari alasan mengapa dia gagal. Hampir semuanya menunjuk dan menyalahkan pihak di luar dirinya. Jelas, orang gagal selalu kelebihan satu alasan.

Sebaliknya, the winner atau pemenang jika dihadapkan pada rintangan, halangan, kesulitan, bahkan kegagalan, akan melihat ke dalam terlebih dahulu, melakukan introspeksi diri. Dia akan mencari penyebabnya dari dalam, menilai, dan mencari kekurangan/kesalahan dari apa yang menjadi penyebab timbulnya masalah dan kegagalan.

Jika sebab ditemukan, dia akan mencari cara untuk memperbaikinya. Itulah sebabnya, orang sukses terus bertambah sukses. Memang, orang sukses selalu kelebihan 1 cara.

Seperti pepatah yang similar dalam bahasa inggeris mengatakan " The winner sees an answer for every problem. The looser sees the problem in every answer". Seorang pemenang selalu melihat sebuah jawapan pada setiap masalah, sedangkan seorang pecundang melihat sebuah masalah pada setiap jawapan.

Bagi saya, kesuksesan sejati adalah akumulasi dari kegagalan-kegagalan kecil yang mampu kita atasi. Sehingga halangan, kesulitan, kegagalan, justeru merupakan wadah terbaik dalam melatih dan mematangkan mental kita.

Saturday, November 26, 2011

Gema Kehidupan

Alkisah, waktu cuti sekolah, seorang ayah untuk pertama kalinya mengajak anaknya yang berumur sepuluh tahun pergi bercuti ke daerah pegunungan. Tempat yang dituju itu ternyata sangat indah, berhawa sejuk, dan membawa suasana yang hening dan tenteram. Banyak pohon menjulang tinggi di antara bukit-bukit dan pegunungan. Ayah dan anak itu berjalan-jalan menikmati eloknya pemandangan. Sesekali anak kecil itu melompat-lompat dan berlari-lari kecil ke sana kemari.

Suatu ketika, kerana kurang hati-hati semasa berlari-lari, anak itu tergelincir jatuh. "Aduuuuuh...!" teriaknya kesakitan. Sesaat hampir bersamaan, jelas terdengar suara, "Aduuuuh...!" berulang-ulang di sisi pegunungan. Anak itu hairan dan ingin tahu dari mana asal teriakan yang meniru suaranya tadi, si anak berteriak lagi dengan suara lebih keras. "Hai... siapa kamuuuu...?!" Sesaat kemudian, ia menerima jawaban yang hampir sama kuatnya, "Hai....siapa kamuuuu...?!"

Setelah itu, suasana kembali hening dan hanya desau angin yang terdengar. Anak kecil itu makin gusar kerana hanya mendengar suaranya ditiru, tetapi tidak melihat orang yang menirukan suaranya. Lalu dengan marah sekali ia berteriak sekuat-kuatnya, "Pengecut kamu...!"

Dan, sesaat kemudian ia pun langsung menerima jawaban yang sama nadanya, "Pengecut kamu...!"
 
Pandangan yang menghairankan bercampur kesal, anak itu menatap ayahnya. "Ayah, siapa orang yang iseng meniru teriakan-teriakanku tadi? Kenapa semua ucapanku dia tiru?" tanya anak itu. Ayahnya tersenyum bijak dan berkata, "Anakku, perhatikan baik-baik!" Kemudian, ayahnya berteriak dengan kuat sekali ke arah pegunungan, "Kamu hebat...!"

Terdengar jawaban bunyi yang sama kuatnya dan berulang, "Kamu hebat...!"

Melihat roman muka anaknya yang masih kehairanan, lelaki itu kembali berteriak kuat-kuat. "Kamu luar biasa...!" Dan sama seperti teriakan-teriakan sebelumnya yang diikuti dengan suara yang sama. "Kamu luar biasa...!"

Anak itu tetap kehairanan sambil terus memandang ayahnya. Kelihatan ia tak sabar menunggu penjelasan ayahnya. Sang ayah pun berkata, "Wajar kamu hairan, anakku. Ini pengalaman pertamamu berada di tempat yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung. Orang menyebut suara yang memantul balik tadi sebagai gema. Itulah pantulan suara."

Sang ayah melanjutkan penjelasannya, "Sama dengan gema tadi, anakku. Kehidupan ini juga akan selalu memantulkan kembali apa pun yang kita berikan kepadanya. Maksudnya, apa pun yang kamu fikirkan, katakan, dan lakukan, maka akan seperti itu pula hasil yang kamu dapat. Jika setiap saat kamu berfikir positif, mengucapkan kata-kata bijak, selalu berbuat kebaikan, rajin belajar dan disiplin, maka hidup akan menggemakan begitu banyak kebaikan ke dalam hidupmu.

Kamu akan mendapat penghormatan kerana kecekapanmu berfikir, mendapat penghargaan kerana kepandaianmu berbicara, juga mendapat kasih dan pertolongan dari sesama kerana kebaikanmu, dengan demikian kamu akan mendapatkan kehidupan yang sukses."

  Sahabat yang Luar Biasa!

Dari cerita tadi, dapat kita simpulkan bahawa hidup kita adalah cerminan dari apa yang kita fikirkan, kita ucapkan, dan kita lakukan. Ini sudah menjadi semacam hukum alam. Jika kita selalu berfikir negatif, penuh kekhuatiran dan kecurigaan, maka kehidupan akan memberi reaksi yang sama negatifnya kepada kita. Jika kita ingin hidup dipenuhi dengan cinta kasih, maka ciptakanlah lebih banyak cinta kasih dalam hati kita.

Jika kita ingin lebih berhasil dalam kehidupan ini, maka kita pun harus berani memberikan yang terbaik dari yang kita miliki. Kesuksesan hari ini tidak tercipta secara kebetulan. Setiap keberhasilan pasti terwujud kerana akumulasi dari usaha-usaha yang kita lakukan kelmarin. Apa yang jelas, makna dari "gema kehidupan" adalah apa yang kita beri, itulah yang kita dapatkan. Siaplah memberi yang terbaik kepada kehidupan ini agar kehidupan memberi yang terbaik pula kepada kita!

Thursday, November 24, 2011

Tukang Kunci Mangga Dan Muridnya


Alkisah, seorang ahli kunci yang sangat termasyhur ingin mewariskan satu ilmu tertinggi dalam dunia perkuncian. Ahli kunci ini memiliki dua orang murid yang sama-sama pandai. Setelah beberapa tahun dididik, kedua orang murid itu sudah mahir dan menguasai semua teknik membuka segala jenis kunci mangga. Oleh itu, ilmu tertinggi itu harus diwariskan hanya kepada satu orang yang benar-benar memenuhi kriteria. Oleh kerana itu, untuk menentukan pewaris ilmunya, si ahli kunci tadi kemudian mengadakan sebuah ujian yang diadakan pada waktu bersamaan.

Maka disiapkanlah dua buah peti yang mempunyai mangga dan di dalamnya diisi dengan satu bungkusan berisi barang berharga. Kedua peti yang kena mangga rapat itu lalu ditempatkan di dalam dua bilik yang bersebelahan. Berikutnya, murid pertama dan murid kedua disuruh masuk ke dalam bilik tadi secara bersamaan. "Tugas kalian adalah membuka mangga peti-peti di dalam bilik itu.Laksanakan...!" perintah si ahli kunci.

Tidak lama kemudian, murid pertama keluar dari bilik lebih dulu dan kelihatan berhasil menyelesasikan tugasnya. Sang ahli kunci langsung bertanya, "Bagus... nampaknya kamu berhasil mengerjakan tugasmu. Apa isi peti itu?"

Murid pertama menjawab dengan percaya diri dan perasaan penuh kemenangan, "Di dalam peti itu terdapat sebuah bungkusan. Di dalam bungkusan itu ada sebuah permata yang berkilauan.. Indah sekali! Andai kata saya boleh memiliki permata itu..."

Mendengar jawaban itu yang penuh dengan rasa percaya diri itu, si ahli kunci tersenyum bijak. Ia segera menoleh ke arah murid kedua yang baru saja keluar dari bilik. Ia langsung menanyakan hal yang sama, "Bagus... nampaknya kamu juga berhasil mengerjakan tugasmu. Apa isi peti itu?"

Mengetahui dirinya kalah kerana lambat membuka mangga peti, murid kedua hanya menjawab dengan nada sedih. "Saya hanya membuka mangga peti itu, lalu keluar. Saya tidak membuka petinya, apalagi melihat isinya."

Mendengar jawaban itu, sang ahli kunci tersenyum puas. "Baiklah, berdasarkan hasil ujian tadi, maka kamu murid kedua... kamulah pemenangnya. Engkaulah yang akan mewarisi ilmu tertinggi dalam dunia perkuncian yang aku miliki," demikian si ahli kunci memutuskan.

Keputusan ahli kunci itu membuat murid pertama terkejut setengah mati. "Guru...!" teriak murid pertama yang kecewa. "Bukankah saya yang berhasil membuka mangga lebih cepat? Mengapa bukan saya yang dipilih sebagai pewaris ilmu itu?" tanya si murid pertama dengan gusar.

Mendengar kegusaran murid pertamanya itu, si ahli kunci kembali tersenyum bijak. "Murid-muridku, dengar! Tugas kita adalah tukang kunci dan membuka mangga adalah tugas kita. Kita harus membantu orang membuka mangga yang kuncinya hilang atau rosak. Jika mangga sudah dibuka, tugas kita selesai. Kalau kita juga ingin melihat isinya, itu bererti melanggar kod etik profesion kita sebagai ahli kunci."

Selanjutnya, si ahli kunci meneruskan nasihatnya. "Tidak kira apa pun pekerjaan kita, moral dan etika profesional harus dijunjung tinggi. Tanpa moral dan etika, maka seorang ahli kunci boleh dengan mudah bertukar profesion menjadi seorang pencuri. Kamu mengerti?"

Mendengar hal itu, murid pertama mengangguk-anggukkan kepala. Dia menyedari di mana letak kesalahannya. Dia juga bersyukur telah mendapat satu lagi pelajaran moral yang sangat berharga sebelum terjun ke tengah-tengah masyarakat. Walaupun kecewa kerana dirinya tidak dapat menjadi pewaris ilmu tertinggi yang dimiliki gurunya, murid pertama merasa tetap mendapatkan sebuah ilmu yang berharga sekali. Itulah ilmu mengenai moral dan etika profesional. Sejak saat itu, murid pertama berjanji pada diri sendiri, kelak dalam menjalankan profesionnya, ia akan menjadi seorang ahli kunci profesional yang menjunjung tinggi moral dan etika profesionnya.
 

Sahabat yang Luar Biasa!
 
Memang tepat apa yang diilustrasikan dalam cerita tadi. Kita sebagai seorang profesional di bidang apa pun harus mampu melakukan tugas dan pekerjaan sesuai dengan lingkup profesionalisme kita. Jika tidak mengerti fungsi dan tanggung jawab sebagai profesional dengan betul, apalagi tidak memiliki etika dan moral, kita akan mudah terjatuh kepada kesalahan-kesalahan profesion. Jika tidak tegas dalam mengontrol atau mengendalikan godaan fikiran negatif, kita pun akan mudah terjurumus dalam pelanggaran-pelanggaran yang dapat mendatangkan akibat fatal bagi kerjaya dan masa depan kita.

Dalam perjalanan hidup, saya sering mendapati betapa ramai orang-orang pandai, cerdas, berbakat, bersemangat, dan berprestasi, tetapi akhirnya jatuh gara-gara mereka tidak memperhatikan masalah etika dan moral. Ini sungguh menyedihkan. Betapa kerjaya dan keberhasilan yang dirintis sekian lama, akhirnya musnah oleh ketidakwaspadaan dan kurangnya pengendalian diri.

Sebaliknya, saya juga sering menemukan betapa orang-orang yang kemampuannya biasa sahaja, tetapi kerana mampu menjalankan profesionalisme secara etis dan bermoral secara bersamaan, prestasi mereka akhirnya melejit dan meraih kesuksesan. Kalau kita dapat menjalankan etika dan moralitas secara sinergis dalam profeson, maka akan terbangun kepercayaan terhadap kinerja. Saya berani mengatakan, "kepercayaan" (trust) adalah mata wang yang berlaku di mana-mana, juga "daya ungkit" yang boleh menjadi pemacu kerjaya mahupun kesuksesan kita sebagai seorang profesional. Mari, miliki TRUST dengan cara menjalankan profesion masing-masing secara etis dan bermoral.

Menemukan Tujuan Hidup

Tujuan Hidup
Alkisah pada suatu senja, kelihatan seorang perempuan cantik berusia empat puluhan, berpakaian indah dan santun, turun dari kereta mewah. Keadaan wajah yang lesuh dan tidak bahagia, dia datang ke rumah makciknya yang berada di pinggir bandar, jauh dari kesibukan.

Setelah melepas rindu, sambil menarik nafas panjang, perempuan itu berkata, "Makcik, setelah anak-anak besar, saya merasa kesepian dan tidak bahagia. Saya merasakan kehidupan yang hampa dan tidak bermakna lagi." Sambil tersenyum bijak, tanpa berkata sedikit pun makciknya memanggil seorang perempuan, yang bekerja sebagai pembantu rumahnya. "Mbak Anik. Ini cucu ibu. Datang dari bandar ingin mendengar kisah bahagia. Nah, tolong ceritakan, bagaimana caranya menemukan tujuan hidup sebenar?"

Pembantu rumah itu duduk di kerusi yang ada dekat perempuan itu, lalu mulai bercerita dengan gaya bahasanya yang  sederhana. Suaranya jernih dan jelas. "Begini.. Saya pernah mempunyai suami dan anak. Tetapi, suami saya meninggal kerana kanser. Malangnya, tiga bulan kemudian putera tunggal saya menyusul bapanya, meninggal dilanggar lori. Ketika itu, saya tidak  mempunyai siapa pun. Saya tidak boleh tidur, tidak selera makan, tidak boleh tersenyum apa lagi tertawa. Tiap hari saya selalu menangisi nasib saya yang buruk ini. Saya bahkan berfikir mahu bunuh diri.

Lalu suatu malam, waktu pulang kerja, seekor anak anjing mengikuti saya. Di luar sangat sejuk menyebabkan saya membiarkan anak anjnig itu masuk ke dalam rumah. Saya memberinya susu, yang langsung habis diminum. Anak anjing itu menggosok-gosokkan badannya sambil menjilat kaki saya. Untuk pertama kalinya dalam bulan itu, saya boleh tersenyum.

Saya sendiri merasa hairan, lalu berfikir, jika membantu seekor anak anjing saja boleh membuat saya tersenyum, mungkin melakukan sesuatu untuk orang lain boleh membuat saya bahagia. Jadi, hari berikutnya, saya membuat kuih pisang dan memberikan kepada jiran yang lagi sakit dan takboleh  bangun dari tempat tidurnya. Dia sangat senang menerima pemberian saya dan kami pun sempat bercerita dengan bahagia.

Setiap hari, saya mencuba berbuat baik, paling sedikit satu kali sehari berbuat baik. Saya rasakan, ketika melihat orang lain bahagia, saya juga merasa bahagia. Hari ini, rasanya tidak ada orang yang boleh makan dengan selera dan tidur nyenyak seperti saya. Saya menemukan tujuan hidup dan kebahagiaan ketika membahagiakan orang lain."

Mendengar cerita pembantu rumah itu, perempuan kaya itu menangis. Ia sedar, ia mempunyai segala sesuatu yang boleh dibeli dengan wang, tapi dia kehilangan hal-hal yang tak boleh dibeli wang. Kekayaan yang dipunyai ternyata tidak mampu membuatnya bahagia.

Sahabat yang berbahagia,
Ucapan syukur setiap waktu adalah magnet kebahagian! Dengan mensyukuri atas segala sesuatu yang telah kita miliki, maka kebahagiaan akan selalu mengalir dalam kehidupan kita. Sebaliknya jika kita tidak mampu menerima keadaan kita hari ini, sebagaimana adanya dan mensyukurinya, maka akan muncul "ketimpangan" batin. Akan terjadi gejolak ketidaknyamanan, ketidakbahagiaan, yang akan membawa kita pada penderitaan yang berkepanjangan.
 
Boleh bersyukur adalah "ilmu hidup" yang harus kita praktikkan. Kebahagiaan itu, bukan sekadar apa yang kita dapatkan, malah seringkali, mampu memberikan bantuan/pertolongan bagi orang yang memerlukan, dan hal itu pasti akan menyenangkan hati Tuhan, kerana di sanalah anda akan menemukan tujuan  hidup yang sebenar.

Kekuatan Nilai Pujian

Kekuatan Nilai Pujian
Alkisah, di sebuah rumah yang cukup mewah. Tinggal sepasang suami isteri muda. Ramai orang merasa iri hati dengan keharmonian jodoh di antara mereka berdua. Pemuda berwajah handsome dan pemain piano yang handal, sedangkan isterinya berparas cantik dan bersuara merdu. Saat piano mengiringi nyanian, sesekali terdengar komen, "Sayang, bahagian depan nadanya kurang tinggi," atau "Duh...bagian tengah seharusnya lebih perlahan lagi dan bahagian akhirnya mestinya turun sedikit."

Masa lain, saat si isteri menyanyi, si suami pula sibuk memasang telinga dan memberi pelbagai komen untuk memperbaiki nada yang dinyanyikan. Kejadian ini berulang setiap ada kesempatan. Malangnya, komennya semakin hari semakin pedas dan kasar, seakan tidak ada hal baik yang boleh diucapkan. Akhirnya si isteri pun malas menyanyi terutama jika suaminya berada dekat dengannya, "Aku menyanyikan lagu apa pun, selalu saja ada yang kurang. Malah hujungnya berakhir dengan bertengkar dengan suamiku. Ah, lebih baik aku tidak usah menyanyi lagi," kata hatinya dengan sedih.
 
Singkat cerita, kerana suatu musibah, suami meninggal dan lama setelah itu, perempuan ini menikah lagi dengan seorang kontraktor bangunan. Suami yang ini, sama sekali tidak mengerti muzik. apa yang ia tahu, isterinya mempunyai suara yang amat merdu. Maka, dia selalu mengagumi dan memuji isterinya jika sedang menyanyi.

Jika si isteri bertanya, "Bagaimana laguku, abang?" Jawabnya, "Wah, aku selalu ingin cepat pulang kerana tidak sabar mendengarmu menyanyi! Suaramu begitu indah dan menawan..."

Suatu hari, si suami berkata, "Sayang, aku sungguh beruntung berkahwin denganmu. Kalau tidak, mungkin aku ini sudah ‘gila' kerana bunyi dentuman, bunyi gergaji, dan bunyi gesekan pipa-pipa yang ku dengar sepanjang hari. Sebelum berkahwin denganmu, suara-suara yang bising itu membuatku stres, bahkan terbawa-bawa hingga tidur. Tapi sekarang....hidup sungguh nikmat. Suara dan nyanyianmu selalu terngiang-ngiang di kepalaku."
 
Isterinya sangat senang dan merasa disanjung dengan pujian tulus yang diterimanya itu. Ia pun menjadi makin gemar menyanyi dan terus menyanyi, baik waktu memasak, berkebun, mandi, apa lagi jika suaminya berada di sekitar dia. Tanpa disedarinya, ia terus melatih diri. Suaranya semakin hari semakin bagus, hingga terdengar oleh seorang sahabat dari syarikat rakaman. Dengan persetujuan dan dorongan suami, album perdana isteri pun dirilis. Ternyata, sambutan masyarakat sangat menggalakkan kerana lagu dan suaranya yang sangat merdu.

Perempuan itu akhirnya menjadi seorang penyanyi terkenal. Seorang pengamat muzik kemudian membuat komen, seorang diva sukses berkerjaya bukan pada waktu bersuamikan seorang seniman muzik yang cemerlang, tetapi justeru saat bersuamikan seseorang yang tidak mengerti muzik sama sekali tetapi mampu menghargai dan memuji setiap lagu yang dinyanyikan oleh isterinya.

Sahabat yang Luar Biasa,

Pujian yang tulus mampu memberikan rasa diterima, sekaligus semangat dan dorongan untuk melakukan suatu hal dengan baik dan lebih baik lagi. Pujian juga dapat membuat seseorang mampu meraih prestasi tertinggi yang boleh diraihnya.

Sebaliknya, kata-kata negatif, bentakan, kecaman, amarah atau kritik yang tidak membangun justeru tidak banyak mengubah seseorang bahkan boleh menghentikan semua bakat baik yang pernah dimiliki seseorang sebagai telenta dalam kehidupannya.

Maka, jika ada pilihan, daripada kita mengkritik jauh lebih baik kita memberikan pujian untuk mendorong agar orang yang kita puji boleh berprestasi lebih baik lagi. Dan lebih dari itu, memberi pujian tidak memerlukan biaya kerana kosnya adalah keikhlasan jiwa.

Si Pemburu dan Si Penternak

Alkisah, pada zaman dahulu di sebuah desa, hiduplah keluarga pemburu dan peternak berjiran. Untuk membantu saat berburu, si pemburu memiliki anjing-anjing peliharaan yang galak namun kurang terlatih. Malangnya, waktu di rumah, anjing-anjing itu sering melompat pagar dan melukai domba-domba si peternak. 
Walaupun sudah diperingatkan untuk menjaga anjing-anjingnya, si pemburu tidak mahu peduli. Hingga suatu hari, kembali salah satu kambing diserang dan terluka cukup parah.

Habislah kesabaran si peternak! Setelah berfikir lama, ia memutuskan pergi ke kota untuk menemui seorang hakim yang bijaksana. Setelah sang hakim mendengarkan cerita si peternak itu, dia berkata bijak, "Peternak yang baik, saya sebagai hakim, terhadap aduanmu, bisa saja menghukum si pemburu untuk mengganti kerugianmu dan memerintahkan dia untuk merantai atau mengurung anjing-anjingnya. Tetapi, bila itu saya lakukan, kamu akan kehilangan seorang teman. Mana yang lebih kamu inginkan, teman atau musuh yang jadi tetanggamu?"

"Pak Hakim, jujur saja, walapun saya merasa dirugikan secara material, tetapi saya tidak ingin ada musuh, apa lagi jiran yang telah menjadi kawan saya sedari kecil," kata si peternak dengan suara murung.

"Jawaban yang baik dan bijak! Jika kamu ingin kambing-kambingmu selamat tetapi jiranmu menjadi teman yang baik, saya berikan sebuah cadangan...silakan kamu jalankan." Setelah mendengar saran sang hakim, si peternak langsung setuju.

Sesampainya di rumah, peternak itu segera menuju ke kandang dan memilih sepasang anak kambing yang sihat, kemudian menghadiahkannya kepada anak-anak jirannya. Keluarga si pemburu menerima hadiah itu dengan penuh gembira. Tak lama, anak-anak pun asyik bermain dengan anak-ank kambing yang lucu dan keesokan harinya mulai berkunjung ke rumah si peternak untuk belajar merawat kambing-kambing tersebut.

Melihat kebahagiaan anak-anaknya, tanpa diminta, si pemburu dengan sukarela mengurung anjing-anjingnya agar tidak mengganggu kambing-kambing kecil kesayangan anak-anaknya. Dan sejak saat itu pula, kambing-kambing si peternak pun selamat. Untuk membalas kebaikan si peternak, si pemburu selalu memberi hasil buruannya kepada peternak. Si peternak membalasnya dengan mengirimkan susu dan keju dari hasil daripada peternakannya.

Akhirnya, si pemburu dan si peternak pun kembali berjiran dengan bahagia.


Sahabat yang Luar Biasa!

Cara terbaik untuk "mengalahkan" dan mempengaruhi orang adalah dengan kebajikan dan kasih sesama manusia. Seperti dicontohkan pada cerita di atas, waktu keburukan dan sifat ego dibalas dengan kebaikan, ternyata hasilnya membawa manfaat dan kebahagiaan bersama.

Demikian pula dalam kehidupan ini, saat ego dikalahkan maka kemenangan akan memihak kepada kita. Saat perbuatan baik kita lakukan, sesungguhnya kita sedang melindungi diri sendiri dari kemalangan yang mungkin sedang mengintai. Mari, mulai membantu dan memberi perhatian kepada orang-orang di sekitar kita.