Thursday, September 29, 2011

Singa Berpura-Pura Sakit

Alkisah di sebuah hutan terdapat seekor singa yang sudah tua. Setiap hari ia kelaparan kerana tak sanggup berlari kencang dan jauh. Ia selalu kehilangan mangsa. Meskipun setiap binatang saling memangsa, tetapi mereka sepakat untuk saling menjenguk bila salah satu diantara mereka sedang sakit. Tak kurang akal, singa tua itu memanfaatkan kesepakatan para binatang untuk menjerat mangsa. Ia mengaku sakit pada setiap binatang yang melewati tempat tinggalnya, sambil berpura-pura lesu dan lemah.

Berita tentang keadaan singa yang sakit dengan segera menyebar ke seluruh penjuru hutan. Semua binatang bersimpati dan berniat mengunjungi singa tersebut. Satu demi satu dari mereka bergilir mengunjungi si singa dan bekas jejak kaki mereka terlihat jelas di sepanjang jalan hingga di depan gua.


Kesempatan tersebut jelas tidak disia-siakan  si singa. Ia selalu memangsa semua binatang yang mengunjungi dirinya satu demi satu. Tetapi seekor serigala mencium gelagat yang kurang baik saat dirinya hendak masuk gua untuk menjenguk si singa. Serigala itu mengurungkan niat untuk masuk dan hanya menyapa si singa dari luar.


"Hei, mengapa mesti di luar. Masuklah! Kita berbincang di dalam saja,"
kata singa menawarkan. "Ah tidak, terima kasih," kata serigala itu lantang. "Aku meragukan kata-katamu. Boleh dikatakan aku tidak mempercayaimu. Aku yakin kamu tidak mempunyai niat baik dan hanya ingin memangsa aku, kerana di sini aku hanya melihat jejak langkah binatang-binatang yang lain masuk tapi tidak ada jejak langkah mereka keluar dari sini," ucap serigala kesal.

Serigala mencium gelagat buruk dari si singa. Kebohongan si singa terbongkar juga. Akibatnya, singa itu harus menanggung risiko atas kebohongan yang ia lakukan, iaitu tidak dipercaya lagi oleh semua binatang penghuni hutan.


Pesan:


Berdasarkan ilustrasi kejadian tersebut terungkap bahawa kejujuran sangat penting dalam hidup ini. Satu kebohongan saja akan menginfeksi karakter seseorang. Kebohongan bukan hanya bentuk dosa itu sendiri, melainkan menginfeksi jiwa kita dengan dosa.
"False words are not only evil in themselves, but they infect the soul with evil," kata Socrates. Oleh itu, setiap kebohongan akan mendorong seseorang untuk terus menciptakan kebohongan lain untuk menutupi kebohongan yang sebelumnya.

Kebohongan adalah sumber kegelisahan, kerana kalaupun kebohongan itu tidak terbongkar sudah pasti itu sangat menyiksa batin. Lalu seandainya kebohongan itu sampai terungkap, maka reputasi yang sudah dibangun selama puluhan tahun kemungkinan akan hancur sekelip mata. Kebohongan menjadikan masalah kecil semakin rumit, dan hidup terasa penuh rintangan. Dengan kata lain, kebohongan adalah sumber malapetaka.


Sangat manusiawi jika masing-masing diantara kita pernah berbohong, entah dalam skala kecil, sedang, mahupun besar. Tetapi mengingat kesan buruk yang dapat menyertai kebohongan yang sudah kita ciptakan, milikilah keberanian untuk memperbaiki diri dengan bersikap jujur. Kita masih memiliki kesempatan yang begitu luas untuk lebih baik.
"No one has ever done anything too bad to be forgiven. - Tak seorangpun melakukan kesalahan yang terlalu besar untuk dapat diperbaiki kembali," kata Ruth Sheppard.

Kita senentiasa melatih dan meningkatkan kualiti kejujuran dari hal-hal sederhana, yang berkenaan dengan orang lain dan terutama terhadap diri sendiri serta segala aktifitas kehidupan kita. Mungkin kita dapat memulainya dengan berusaha berkomunikasi dan berinteraksi secara jujur dan terbuka sejak saat ini apapun risikonya.


Tingkatkan kualiti kejujuran terus menerus sampai kita dapat merasakan tak ada lagi kekurangan yang menghambat atau mengganggu sosialisasi diri.
Pada saat yang sama kita juga akan dapat merasakan bahawa kejujuran kita jauh lebih berharga dibandingkan segalanya. "No legacy is so rich as honesty. - Tak ada harta yang begitu melimpah seperti kejujuran," William Shakespeare dalam karyanya yang berjudul All's Well that Ends Well

No comments:

Post a Comment