Monday, July 25, 2011

Nelayan Dan Pedagang

Nelayan Dan Pedagang
Suatu hari, seorang pedagang kaya datang berlibur ke sebuah pulau yang masih asri. Saat merasa bosan, dia berjalan-jalan keluar dari villa tempat dia menginap dan menyusuri tepian pantai. Terlihat Di sebuah dinding karang seseorang sedang memancing, dia menghampiri sambil menyapa, "Sedang memancing ya pak?", sambil menoleh si nelayan menjawab,  "Benar tuan. Memancing satu-dua ikan untuk makan malam keluarga kami". "Kenapa cuma satu-dua ikan pak? Kan banyak ikan di laut ini, kalau bapak mahu sedikit lebih lama duduk di sini, tiga-empat ekor ikan pasti dapat kan?" Kata si pedagang yang menilai si nelayan sebagai orang malas. "Apa gunanya buat saya?" tanya si nelayan kehairanan. "Satu-dua ekor disantap keluarga bapak, sisanya kan boleh dijual. Hasil penjualan ikan boleh ditabung untuk membeli alat pancing lagi sehingga hasil pancingan bapak boleh lebih banyak lagi" katanya menggurui. "Apa gunanya bagi saya?" tanya si nelayan semakin keheranan.  "Begini, dengan wang tabungan yang lebih banyak, bapak boleh membeli jala. Bila hasil tangkapan ikan semakin banyak, wang yang dihasilkan juga lebih banyak, bapak boleh saja membeli sebuah perahu. Dari satu perahu boleh bertambah menjadi armada penangkapan ikan. Bapak boleh memiliki perusahaan sendiri. Suatu hari bapak akan menjadi seorang nelayan yang kaya raya".


Nelayan yang sederhana itu memandang si turis dengan penuh tanda tanya dan kebingungan. Dia berfikir, laut dan tanah telah menyediakan banyak makanan bagi dia dan keluarganya, mengapa harus dihabiskan untuk mendapatkan wang? Mengapa dia ingin merampas kekayaan alam sebanyak-banyaknya untuk dijual kembali. Sungguh tidak masuk diakal idea yang ditawarkan kepadanya. Sebaliknya, merasa hebat dengan idea bisnesnya si pedagang kembali meyakinkan, "Kalau bapak mengikuti saran saya, bapak akan menjadi kaya dan boleh memiliki apa pun yang bapak mau". "Apa yang boleh saya lakukan bila saya memiliki banyak wang?" tanya si nelayan. "Bapak boleh melakukan hal yang sama seperti saya lakukan, setiap tahun boleh berlibur, mengunjungi pulau seperti ini, duduk di dinding pantai sambil memancing".

"Lho, bukankan hal itu yang setiap hari saya lakukan tuan, kenapa harus menunggu berlibur baru memancing?", kata si nelayan menggeleng-gelengkan kepalanya semakin hairan.

Mendengar jawaban si nelayan, si pedagang seperti tersentak, kesedarannya bahawa untuk menikmati memancing ternyata tidak harus menunggu kaya raya.

Sahabat yang berbahagia,

Pepatah mengatakan, jangan mengukur baju dengan badan orang lain. Si pedagang mungkin benar melalui analisa bisnesnya, dia merasa apa yang dilakukan oleh si nelayan terlalu sederhana, monoton dan tidak bermanfaat. Mengeruk kekayaan alam demi mendapatkan wang dan kekayaan sebanyak-banyaknya adalah wajar baginya.

Sedangkan bagi si nelayan, dengan fikiran yang sederhana, mampu menerima apapun yang diberikan oleh alam dengan puas dan ikhlas. Sehingga hidup dijalani setiap hari dengan rasa syukur dan berbahagia.Memang ukuran "bahagia", masing-masing orang pastilah tidak sama. Semua kembali kepada keikhlasan dan cara kita mensyukuri, apapun yang kita miliki saat ini.

No comments:

Post a Comment