Monday, December 20, 2010

Kisah Si Tikus Kampung

Tikus Kampung
Alkisah, ada dua ekor tikus bersahabat. Oleh sebab keadaan, yang satu tinggal di kampung sedangkan yang lain tinggal di bandar. Suatu hari, tikus bandar berkunjung ke kampung sahabatnya. Tikus bandar dibawa keliling kampung, diberi makanan terbaik ala kampung sambil bercerita, "Sahabat, kampungku memang sepi tetapi anginnya begitu sejuk dan suasananya damai. Makanan pun tersedia dimana-mana tempat penyimpanan petani. Bagaimana menurut pendapatmu?"

Dengan gaya perkataannya tikus bandar menjawab, "Jujur sahaja sahabat, aku sungguh tidak mengerti kenapa kamu selesa tinggal di tempat seperti ini. Begitu sepi, sejuk, dan seakan-akan tidak ada kehidupan yang bermakna. Makanan terbaikmu, rasanya pun juga terlalu hambar bagi lidahku. Sekali skala datanglah ke bandar. Aku akan tunjukkan kepadamu kehidupan yang layak, nikmat, mewah, dan megah. Engkau akan tahu betapa buruk, kotor, tempat tinggalmu ini."

Mendengar cerita tentang bandar yang begitu menawan, si tikus desa tertarik untuk ikut ke sana. Setibanya mereka di bandar, dengan bangga dibawanya tikus mengkelilingi menikmati indahnya gedung-gedung tinggi, lampu-lampu yang menghiasi sepanjang jalan, keramaian manusia dan kenderaan yang lalu lalang, hingga akhirnya mereka sampai ke liang lubang di sebuah rumah mewah kediaman manusia.

"Mari masuklah. Memang rumah majikanku besar, indah, dan selalu hangat di dalamnya, berbeza sekali dengan rumah kampungmu kan?" Setelah mengkelilingi, perut pun terasa lapar. Sambil bercakap-cakap, mereka menghendap-hendap memasuki ruang makan. Sungguh hebat makanan di atas meja, banyak dan beragam serta memancarkan aroma yang begitu mengundang selera.

Ketika hendak menyantap makanan. Tiba-tiba, "gubrak!" terdengar suara daun pintu dibuka dengan kasar disusul dengan teriakan menggelegar dari orang yang datang itu. Tikus bandar spontan berbalik arah dan berteriak "Cepat lari, cepat!" secepat mungkin mereka pun berlari menyelamatkan diri ke lubang pengaman menghindari caci maki dan kemarahan si penghuni rumah.

Jantung yang masih berdegup kencang kerana terkejut dan ketakutan, si tikus kampung berkata tegas, "Aku mahu pulang. Seindah dan semegah apapun di bandar, di sini bukanlah tempatku. Ternyata kampungku yang sepi dan tenang jauh lebih enak untuk tempat tinggalku. Selamat tinggal sahabat."

Pembaca yang budiman,
Pepatah mengatakan "Rumput tetangga lebih hijau dibanding rumput di halaman sendiri." Kadang kala kita hidup selalu dibandingkan! Melihat orang lain serasa lebih baik, lebih hebat, lebih kaya, lebih indah dibandingkan diri sendiri. Jika kehebatan orang lain menjadi acuan kita, maka tentulah perasaan tidak bahagia yang senantiasa menyelimuti kita.  

No comments:

Post a Comment